Fikih Ringkas Puasa Syawal
Bulan Syawal
Syawwaal (atau Syawal menurut KBBI) berasal dari kata syaala yang artinya mengangkat, dikarenakan unta-unta betina mengangkat ekornya, karena saat itu musim kawin unta.
Syawal adalah bulan kesepuluh dalam kalender hijriyah, setelah Ramadan dan sebelum bulan-bulan haram seperti Zulkaidah, Zulhijah, dan Muharam. Syawal satu di antara tiga bulan haji. Syawal diawali dengan berakhirnya puasa Ramadan dan terdengarnya gema takbir-tahlil-tahmid pertanda tibanya satu di antara dua hari raya kaum muslimin tiap tahun yaitu Idulfitri (kembali berbuka) pada tanggal 1 Syawal.
Di bulan ini pula Rasulullah menikahi Aisyah dan membangun rumah tangga bersamanya (begitu pula Saudah binti Zam’ah). Karena itu ulama mengatakan sunahnya menikah di bulan Syawal.
Puasa Syawal
Puasa Syawal adalah puasa sebanyak enam hari di bulan Syawal. Disyariatkan puasa Syawal sebagaimana terdapat dalam sebuah hadis Nabi, dari sahabat Abu Ayyub al-Anshari:
من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر
“Siapa yang berpuasa di bulan Ramadan, kemudian mengiringinya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun/setahun penuh.” (HR. Muslim)
Hukum
Ulama sepakat hukum puasa Syawal tidak wajib.
Sebagian ulama Malikiyah dan Hanafiyah berpendapat makruhnya puasa Syawal.
Akan tetapi yang tepat adalah pendapat jumhur/mayoritas ulama yang mengatakan hukumnya sunah/mustahab, berdasarkan hadis di atas.
Sebagian ulama berpendapat bolehnya puasa Syawal di luar bulan Syawal. Akan tetapi yang tepat adalah pendapat Syafi’iyah dan Hanabilah bahwa puasa Syawal hanya disyariatkan di bulan Syawal sesuai tekstual hadis.
Hikmah Puasa Syawal
Di antara hikmah puasa Syawal adalah:
1. Sebagai penambal kekurangan puasa di bulan Ramadan, seperti salat rawatib bakdiyah
2. Sebagai rasa syukur karena telah dimudahkan berpuasa di bulan Ramadan
3. Sebagai salah satu tanda diterimanya puasa di bulan Ramadan
4. Sebagai karunia Allah agar mendapatkan keutamaan berpuasa setahun penuh
Keutamaan
Sebagaimana di dalam hadis di atas, keutamaan puasa Ramadan (29/30 hari) lalu ditambah puasa Syawal (6 hari) seperti berpuasa setahun penuh. Akan tetapi hadis ini bukan dalil bolehnya puasa dahr/setahun penuh.
Hal itu disebabkan amal kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat atau lebih.
30 hari Ramadan + 6 hari Syawal = 36 hari
36 hari x 10 kebaikan = 360 hari atau setahun.
Waktu
Puasa Syawal boleh dimulai pada tanggal 2 Syawal. Tidak boleh puasa Syawal di tanggal 1 Syawal karena itu adalah hari raya Idulfitri yang diharamkan berpuasa.
Akan tetapi sebagian ulama berpendapat lebih baik diakhirkan beberapa hari karena pada tanggal 2, 3, dan 4 Syawal masih suasana lebaran/hari raya, diqiyaskan dengan hari raya Iduladha yang diiringi 3 hari tasyriq (total 4 hari). Sehingga lebih baik dimulai tanggal 5 Syawal.
Puasa Syawal berakhir pada hari terakhir bulan Syawal, baik 29 atau 30 sesuai munculnya hilal.
Ketentuan
– Boleh hari apa saja (selain tanggal 1), di awal-tengah-akhir, termasuk hari Jumat/Sabtu, karena larangan berpuasa di hari tersebut adalah puasa khusus hari tersebut. Akan tetapi lebih baiknya disegerakan.
– Boleh berselang hari atau tidak berurutan. Akan tetapi lebih baiknya berurutan.
– Boleh digabung dengan puasa sunah yang bersifat mengikut, seperti senin-kamis, ayyamul bidh, dll. Ini pendapat Syaikh Ibnu Baz dan Syaikh Ibnu Utsaimin. Meskipun sebagian ulama melarang.
– Tidak boleh digabung dengan puasa yang hukumnya wajib seperti qadha Ramadan, nadzar, dan kafarat.
– Tidak boleh seorang istri berpuasa Syawal tanpa izin suami jika suaminya hadir/berada di sisinya.
– Tidak wajib menyelesaikan enam hari puasa Syawal meski sudah memulai berpuasa.
– Tidak wajib berpuasa enam hari Syawal di tahun depan meski sudah mengerjakannya di tahun ini.
Qadha Dulu Atau Syawal?
Adapun tentang mana yang lebih dulu: qadha atau Syawal, maka ulama berbeda pendapat:
– Pendapat pertama, keutamaan puasa Syawal tidak bisa didapat kecuali setelah menyempurnakan qadha Ramadan. Dalam artian, harus mengganti/qadha puasa Ramadan terlebih dahulu, baru berpuasa enam hari Syawal. Berdasarkan hadis di atas, di mana Nabi mengatakan berpuasa Ramadan, artinya menyelesaikan Ramadan penuh termasuk qadha. Ini pendapat Syaikh Ibn Baz dan Syaikh Ibn Utsaimin.
– Pendapat kedua, keutamaan puasa Syawal tetap bisa didapat meskipun belum menyempurnakan qadha Ramadan. Dalam artian, diperbolehkan berpuasa enam hari Syawal meskipun belum mengganti/qadha puasa Ramadan. Karena tak ada dalil yang jelas mengatakan harus berpuasa Ramadan penuh dengan qadhanya. Waktu Syawal sempit sedangkan qadha Ramadan luas. Juga atsar dari Aisyah yang mengakhirkan qadha di bulan Syakban. Dikatakan ini pendapat jumhur/kebanyakan para ulama.
Lebih hati-hati, mengganti/qadha puasa Ramadan terlebih dahulu karena hukumnya wajib sedangkan puasa Syawal hukumnya sunah. Jika tidak memungkinkan (misal qadhanya belasan hari, atau berat/susah) maka diperbolehkan puasa Syawal terlebih dahulu. Wallahu a’lam.
Penulis:
Roni Nuryusmansyah
Desa Banuayu, Rambang Dangku, Muara Enim
Pondok Mertua Indah
Rabu, 5 Juni 2019 M / 1 Syawal 1440 H
Selamat hari raya, manteman
Diupdate: 25 Mei 2020 / 2 Syawal 1441 H
Warning: Use of undefined constant rand - assumed 'rand' (this will throw an Error in a future version of PHP) in /home/customer/www/kristalilmu.com/public_html/wp-content/themes/ribbon/single.php on line 35
Ustadz..
Afwan..
Untuk puasa bulan ramadhan yang bolong, mohon penjelasan kembali, mana yg bisa di qodo’ dan mana yang bisa bayar fidyah.
Syukron ustadz.
Jazakallahubkhairan khatsiran
Ringkasnya:
Udzur sementara maka qadha, seperti sakit, safar, haid, dan nifas.
Udzur yang lama maka fidyah, seperti tua renta, sakit menahun, serta hamil dan menyusui menurut sebagian pendapat ulama.