Fikih Ringkas Puasa Qadha
Pengertian dan Hukum Puasa Qadha
Qadha artinya adalah mengganti.
Diwajibkan seseorang yang meninggalkan puasa Ramadan karena uzur yang bersifat sementara, seperti:
– sakit (masih bisa diharapkan sembuh, bukan sakit menahun)
– safar (bepergian jauh)
– haid/nifas
– hamil dan menyusui yang berat/khawatir jika berpuasa (menurut pendapat yang kami pandang lebih tepat)
untuk mengganti puasanya di luar Ramadan.
Adapun yang membatalkan puasanya di siang hari Ramadan sengaja tanpa uzur, maupun sengaja tidak berpuasa, maka dia telah melakukan salah satu dosa besar. Ulama berbeda pendapat tentang kewajibannya:
– Jumhur ulama berpendapat dia wajib qadha puasa tsb. Ini pendapat yang lebih hati-hati.
– Zhahiriyah berpendapat dia cukup bertobat, tanpa qadha dan tanpa kafarat. Ini pendapat Ibnu Taimiyah.
Ketentuan Puasa Qadha
Jumhur bahkan kesepakatan mazhab yang empat bahwa puasa qadha Ramadan boleh terpisah, tidak wajib berturut-turut, karena tidak ada ketentuan harus berturut-turut.
Jumhur bahkan kesepakatan mazhab yang empat berpendapat puasa qadha Ramadan boleh diakhirkan sebelum masuk Ramadan selanjutnya (batas akhir 29 atau 30 Syakban), tidak wajib disegerakan. Mereka berbeda pendapat tentang yang lebih afdal:
– Jumhur ulama berpendapat yang lebih afdal adalah disegerakan, yaitu hari ke-2 bulan Syawal.
– Akan tetapi ada sebagian ulama lain yang memakruhkan puasa qadha di awal-awal Syawal karena masih suasana lebaran, diqiyaskan pula dengan hari-hari tasyriq pasca lebaran kurban.
Jika seseorang mengakhirkan puasa qadha Ramadan sampai datang bulan Ramadan selanjutnya tanpa uzur maka dia berdosa. Hanya saja ulama berbeda pendapat tentang keharusannya:
– Jumhur berpendapat bahwa dia wajib qadha puasa Ramadan dan juga wajib membayar fidyah.
– Akan tetapi pendapat yang lebih tepat adalah pendapat Hanafiyah yang mengatakan dia hanya wajib qadha puasa Ramadan saja tanpa membayar fidyah. Ini pendapat Syaikh Ibnu Utsaimin.
Sebagian mengatakan fidyah hanya sebatas anjuran saja.
Hukum Puasa Sunah Sebelum Qadha
Meskipun hukum puasa qadha wajib, akan tetapi menurut pendapat jumhur para ulama diperbolehkan mendahulukan puasa sunah sebelum melunasi utang puasa qadha jika waktunya masih luas.
Qadha Puasa Untuk Yang Sudah Wafat
Jika seseorang memiliki utang puasa wajib (seperti qadha dll), akan tetapi dia tidak memungkinkan untuk membayarnya karena uzur sampai wafat (misalnya sakit berkepanjangan sejak lebaran), maka tidak ada kewajiban apa apa untuknya atas keluarganya. Ini pendapat jumhur bahkan kesepakatan mazhab yang empat.
Adapun jika dia memungkinkan untuk membayarnya, akan tetapi dia belum membayarnya tanpa uzur sampai wafat, maka keluarganya disunahkan berpuasa untuknya, jika tidak maka disunahkan untuk membayar fidyah untuknya. Ini adalah qaul qadim (pendapat lama) Imam Syafi’i dan dipilih Syaikh Ibnu Baz dan Syaikh Ibnu Utsaimin.
Adapun orang yang masih hidup maka tidak disyariatkan berpuasa untuknya. Hal ini dihukumi ijmak oleh Ibnu Hazm dan Ibnu Abdil Barr.
Hukum Membatalkan Puasa Qadha
Mazhab yang empat sepakat bahwa jika seseorang berpuasa wajib, termasuk qadha Ramadan, maka dia wajib menyelesaikan puasanya, tidak boleh membatalkan puasanya tanpa uzur.
Adapun jika dia berpuasa sunah maka dia tidak harus menyelesaikan puasanya. Dia boleh membatalkan puasanya meski tanpa uzur. Dia juga tidak wajib untuk qadha puasa sunah yang dia batalkan. Ini pendapat madzhab Syafi’iyah dan Hanabilah.
Roni Nuryusmansyah
Senin pagi, 9 Syawal 1441/1 Juni 2019
Hari katanya kelahiran Pancasila
Warning: Use of undefined constant rand - assumed 'rand' (this will throw an Error in a future version of PHP) in /home/customer/www/kristalilmu.com/public_html/wp-content/themes/ribbon/single.php on line 35